Pages

Mengapa Ahok-Djarot Unggul di Pilgub DKI Putaran Pertama?

Mengapa Ahok-Djarot Unggul di Pilgub DKI Putaran Pertama?


Jakarta - Meski pemenang resmi Pilgub DKI baru akan ditetapkan awal Maret mendatang, sampai detik ini Ahok-Djarot telah dinyatakan unggul oleh seluruh lembaga survei melalui proses hitung cepat. Walau telah diduga sebelumnya, namun tetap saja, perolehan suara pasangan nomor 2 yang hampir mendekati 50% di tengah kasus hukum yang mendera dan kuatnya hantaman gelombang unjuk rasa, merupakan prestasi yang tidak boleh dianggap remeh. 

Ahok-Djarot Raup Suara Mengambang, Suara Agus-Sylvi ke Anies-Sandi

Survei yang dilakukan Median tiga pekan lalu, menempatkan Ahok di urutan pertama dengan perolehan 29,8% suara, sementara berturut turut Anies-Sandi dengan 27,8% suara dan Agus–Sylvi 26,1%, dengan suara mengambang 16,3%. Jika ditotal suara Agus plus Anies, akan didapat suara kontra Ahok sebesar 53,9%. 

Bandingkan dengan 'quick count'. Mengutip salah satu lembaga survei, perolehan Agus dan Anies 39,91% plus 16,87% sama dengan 56,78% suara; 53,9% di survei banding 56,78%. Artinya suara kontra Ahok hanya memperoleh penambahan 2,88% dari undecided voters atau relatif tetap. Sementara Ahok-Djarot lompat jauh dengan mengambil 13,42% suara. 

Data juga menunjukkan bahwa, suara Agus turun hampir 4% dan posisinya jatuh ke posisi terbawah setelah sebelumnya sempat memimpin pada bulan November. Di saat yang sama suara Anies terus mengalami kenaikan hingga posisi kedua dan hanya berselisih 2% dari suara Ahok. Artinya dengan jumlah suara gabungan Anies dan Agus relatif tetap, saat suara Agus turun, suara Anies naik.

Terbatasnya Pengaruh Politik Identitas

Mengapa di tengah terpaan demonstrasi 411, 212 dan 112 yang bisa mencapai jutaan orang, suara Ahok tetap signifikan? Data kami menunjukkan bahwa hanya 35% penduduk Jakarta yang menjadikan isu agama (identitas) sebagai rujukan utama dalam memilih pemimpin. Artinya pemilih konservatif banding pemilih modern 35:65. 

Dari proporsi 35% tersebut, manuver Anies-Sandi jelang dan pasca aksi 212 yang lebih mendekat ke kanan, dengan ikut salat Subuh jelang aksi 212 dan bertemu Habib Rizieq, membuat pemilih konservatif di kubu Agus pindah ke kubu Anies. Data bulan Januari menunjukkan ada 35,5% responden yang menanggap kubu Anies lebih nampak dukungannya dalam gelombang aktifisme Islam dibanding dengan kubu Agus yang hanya 20,8%. Singkatnya Anies-Sandi dianggap lebih 'hijau' ketimbang Agus-Sylvie.

Pengaruh Debat Kandidat

Faktor kedua yang mempengaruhi lonjakan suara Ahok dan Anies ialah performa yang mumpuni di debat kandidat. Dari sekitar 43%-45% yang mengaku menonton debat kandidat pertama dan kedua, mayoritas menganggap Ahok – Djarot unggul. Ada 44,9% yang menganggap Ahok unggul di debat kandidat pertama dan 40,1% di debat kedua. Bandingkan dengan Anies 25,1% dan 31,3%. Sementara Agus harus puas di posisi ketiga dengan 15,9% dan 11%. Pemilih modern dan mengambang yang tidak terpengaruh dengan isu identitas jelas berduyun-duyun memilih Ahok dan Anies pasca debat.

Perang Isu Negatif dan Serangan Antasari

Ramainya isu negatif dalam Pilkada DKI kali ini, secara de facto jelas menjadi variabel yang tidak bisa dipandang enteng. Ada daftar panjang isu negatif yang saling adu kuat setahun belakangan. Dimulai dari reklamasi, audit BPK tentang RS Sumber Waras, aliran uang kepada relawan, penistaan agama, dugaan skandal korupsi hingga yang paling mutakhir tudingan Antasari terhadap SBY. Tidak berlebihan bila isu negatif jelas mempengaruhi naik turun suara 3 kandidat. 

Mengapa dalam konteks perang isu, Ahok dan Anies bisa mengalami kenaikan suara dan Agus justru turun? Data menunjukkan justru di bulan-bulan terakhir jelang pencoblosan, publik lebih terpengaruh dengan isu negatif yang menerpa kubu Agus ketimbang kubu Ahok. Saat diajukan pertanyaan terbuka, apa berita negatif yang paling diingat seputar kandidat, ada 26,3% yang menyebut dugaan kasus yang membelit Sylviana Murni, pasangan Agus. Bandingkan dengan hanya 11,8% kasus penistaan yang sedang dalam masa persidangan. Anies? Relatif tidak ada. 

Itulah mengapa total tone negatif tentang Anies paling rendah, hanya 20,3% ketimbang Agus 34,3% dan Ahok 23,3%. Apesnya lagi, di H-1 pencoblosan, bom isu terakhir dilepaskan oleh Antasari langsung kepada SBY. Walau sempat dibantah, damage has been done. Kerusakan jelas terjadi. Langkah Agus untuk lebih ke kanan dengan hadir di aksi 112 dan membawa jaringan ulama berangkat umrah, pupus diterpa isu negatif.

PR Besar Ahok-Djarot

Akankah Ahok-Djarot unggul lagi di putaran kedua mendatang? Ada satu pekerjaan rumah yang tersisa. Dari hitung cepat, kita tahu ada sekitar 43% pemilih Ahok versus 57% orang yang ingin mengganti Ahok (suara Agus plus Anies). Jika Ahok ingin menang, proporsi publik yang ingin mengganti petahana harus dikurangi. Kita lihat saja manuver 2 bulan ke depan.

*) Rico Marbun MSc adalah Direktur Eksekutif Media Survei Nasional (MEDIAN), pengajar di Universitas Paramadina
*) Artikel ini adalah opini pribadi penulis, bukan merupakan pandangan redaksi detikcom. 
(nwk/nwk)

Sumber : news.detik.com

No comments:

Post a Comment